Persyaratan menghadap KA'BAH memiliki beberapa pengecualian-
pengecualian.
1. Bila hendak melakukan sholat sunnah dalam keadaan berkendaraan,
maka dapat dilakukan dengan :
Kadangkala, apabila beliau (s.a.w.) hendak menunaikan sholat
sunat di atas untanya, maka beliau menghadap ke arah kiblat
dengan untanya itu lalu bertakbir. Kemudian, sholatlah beliau
ke arah mana saja kendaraannya itu menghadapkan beliau.
(Abu Dawud dan Ibnu Hiban).
Rasulullooh s.a.w. pernah melakukan sholat sunat di dalam
perjalanan di atas kendaraannya, dan beliau melaksanakan juga
sholat witir di atasnya, kearah mana saja kendaraan itu
menghadap - baik kearah timur maupun kearah barat.
(HR. Bukhori, Muslim dan As-Siraj).
2. Dalam hal melakukan sholat wajib, maka :
Apabila beliau hendak melakukan sholat fardhu (wajib),
maka beliau turun (dari kendaraannya) lalu menghadap kearah
kiblat. (HR. Bukhori dan Ahmad).
Tentang turun dari kendaraan untuk sholat wajib ini, tentunya
dengan keadaan kita sekarang bilamana kendaraan dikendarai
sendiri tidaklah menjadi persoalan untuk berhenti, turun dan
menunaikan sholat wajib.
Bagaimana dengan keadaan dalam kendaraan-umum ?
1. Dalam keadaan ini maka disarankan agar sholatnya digabungkan
sambil disingkat (yaitu yang empat rak'at menjadi 2 rak'at) dengan
sholat berikutnya, yaitu Dzohor - Ashar; dan Maghrib - Isya.
(Insya Allah dibahas dalam bab sholat Jama' dan qasar).
2. Lalu bagaimana kalau untuk menggabungkanpun memang tidak dapat
turun dari kendaraan ? Dalam keadaan darurat seperti ini maka
disarankan untuk sholat sambil duduk (kalau memang kesulitan
untuk berdiri). (Lihat Bab sholat dalam keadaan duduk/berbaring).
Kemudian mengenai ayat 2:115 dan 2:143 dibandingkan dengan
ayat 2: 144 :
Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka ke manapun kamu menghadap
di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi
Maha Mengetahui. (QS. 2:115).**
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam),
ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)
manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu
(sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang
mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat)
itu terasa amat berat, kecuali bagi beberapa orang yang telah diberi
petunjuk oleh Allah, dan Allah tidak akan
menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia. (QS. 2:143)
Mengenai ayat ini , Ibnu Abbas berkata : yang dimansukhkan
dalam soal kiblat, yaitu ketika Nabi s.a.w. berhijrah ke Medinah,
sedang penduduknya banyak juga orang Yahudi. Allah menyuruhnya (sholat)
menghadap Baitul Maqdis (Palestina), maka gembiralah orang
Yahudi. Rasulullooh telah menghadap ke arah ini selama kurang lebih
16 - 17 bulan. Maka Nabi s.a.w. sering melihat-lihat kearah langit maka
turunlah ayat 2: 144.
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh
Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu
ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu
ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-
orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil)
memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar
dari Rabb-nya; dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka
kerjakan. (QS. 2:144)
Dalam keadaan susah menetapkan arah kiblat (karena keadaan
tertentu) maka Ibnu Jarir berkata, sesuai dengan contoh yang dilakukan
oleh Rasulullooh s.a.w. yaitu adanya sholat menghadap kearah mana saja
kendaraan menghadap. (HR. Muslim, Tirmidzi dan Nasa'i).
** Turunnya ayat 2: 115 ini berhubungan dengan riwayat dari :
Amir bin Rabi'ah dari ayahnya berkata, ketika kami sedang
bepergian bersama Nabi s.a.w. di suatu malam yang sangat gelap, maka kami
turun di suatu tempat untuk sholat, dan tiap orang menandai tempat
sholatnya dengan batu. Pagi harinya kami dapati batu-
batu itu tidak tepat pada kiblat, lalu kami bertanya kepada
Rasulullooh s.a.w.: Ya Rasulullooh s.a.w., kami semalam telah sholat
kearah yang bukan kiblat, maka Allah menurunkan ayat 2:115, ini.
(HR. Tirmidzi & Ibnu Majah. derajat Hasan).
BERDIRI
Peliharalah segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. (QS. 2:238).
Dalam keadaan berkendaraan, maka dapatlah kita sholat di atas
kendaraan.
Dalam keadaan yang menakutkan maka sholat dapat dilakukan dalam
kendaraan berjalan dan bila sedang dalam keadaan jalan-kaki dapat
dilakukan dengan berjalan, sebagaimana firman Allah SWT:
Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan
atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah
(shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang
belum kamu ketahui. (QS. 2:239)
Apabila mereka bercampur (dengan musuh, maka sholat dilakukan
hanya dengan) takbir dan isyarat kepala. (HR. Baihaqi).
Tentunya persyaratan berdiri ini adalah persyaratan yang umum,
dalam situasi tertentu dimana tidak kuasa untuk berdiri, maka dapat
melakukan sholat dengan duduk, yang bilamana juga masih tidak kuasa
dengan duduk maka dapat dengan berbaring.*komite Tarbiyah
Senin, 16 April 2007
Sifat shalat Rasululah SAW (3)
Diposting Oleh Administrator Jam 13.09.00
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar