Oase
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh Selamat Datang Di Blog Seuntai Kenangan

Jumat, 27 November 2009

Umur yang Mencair Seperti Es

Cepat sekali waktu berlalu. Mengalir tak pernah berhenti. Jam demi jam, menit demi menit, detik demi detik, bergerak. Waktu tak dapat ditunda, tak dapat ditahan dan tak mungkin ada yang mampu mengulang. Itu artinya, usia kita pun berkurang. Kita... semakin dekat ke liang lahat. Saudaraku, entah, apakah pertambahan dan perguliran waktu itu, berarti mendekatkan diri kita pada kenikmatan surga. Atau mendekatkan kita pada kesengseraan neraka. Nauzubillah..

Rasulullah saw. Menyifatkan cepatnya perjalanan waktu kehidupan seperti perjalanan seorang musafir yang hanya sejenak berhenti di bawah pohon di tengah perjalanan yang amat panjang. Para ulama juga banyak menguraikan ilustrasi tentang hidup yang amat singkat ini. "Umurmu akan mencair seperti mencairnya es, " kata Imam Ibnul Jauzi. (Luthfu fil Wa'z, 31)

Saudaraku, sahabatku,
Semoga Allah memberkahi sisa usia kita, Permasalahan terbesar setiap orang adalah ketika kecepatan umur dan waktu hidupnya tidak seiring dengan kecepatannya untuk menyelamatkan diri dari penderitaan abadi di akhirat. Ketika, usia yang sangat terbatas itu tidak berfungsi sebagai pelindung diri dari beratnya adzab dan siksa Allah swt. Di saat, banyaknya hembusan dan tarikan nafasnya tak sebanding dengan upaya dan jihadnya untuk terhindar dari lubang kemurkaan Allah. Ketika, jumlah detak jantung dan aliran darah yang di pompa di dalam tubuhnya, tak sebanyak gerak dan tingkahnya untuk menjauhi berbagai kemaksiatan yang dapat memunculkan kesengsaraan akhirat.

Saudaraku,
Sesungguhnya jiwa kita adalah milik Allah dan kepada-Nya lah jiwa ini akan kembali....
Suasana hati seperti inilah yang perlu kita tumbuhkan. Adakah di antara kita yang tidak mempunyai dosa? Atau merasa mampu menebus kotoran dan dosa yang telah dilakukan selama puluhan tahun usia yang telah lewat? Tentu tidak. Perasaan kurang, merasa banyak melakukan kemaksiatan, lalu menimbulkan penyesalan adalah bagian dari pintu-pintu rahmat Allah yang akan mengantarkan kita pada taubat. Suasana hati seperti inilah yang akan mendorong pemilikinya bertekad mengisi hari dengan amal yang lebih untuk menebus kesalahan yang lalu.

Saurdaraku, mari menangguk pahala, meraih rahmat dan ampunan Allah sebanyak-banyaknya sekarang juga. Perbanyaklah dzikir, bersedekah, berjihad dan beramal shalih...Tak ada kata terlambat untuk melakukan kebaikan. Sekarang dan jangan tunda-tunda lagi niat baik kita.... Semoga Allah meneguhkan kekuatan kita untuk melakukan kebaikan yang kita niatkan...
Amiiin. *dudung.net

Baca Selengkapnya..

Rabu, 18 November 2009

Sumpah Palsu.

Akhir-akhir ini kita sering mendengar para pejabat negara mengobral sumpah atas nama Allah, bahwa mereka tidak bersalah dalam perkara yang akan menjeratnya. Dalam kehidupan kita sehari-hari pun, rasanya tidak jarang kita temui kata-kata sumpah, seperti demi Allah, dan lainnya.

Sumpah merupakan sesuatu yang sakral dan suci, karena dengan sumpah berarti seseorang telah menjadikan Allah sebagai jaminan atas kebenaran apa yang diungkapkannya. Oleh karena itu, apabila seseorang melakukan sumpah palsu, berarti ia menggunakan kesucian nama Tuhan untuk urusan yang buruk. Tindakan ini termasuk dalam kategori dosa besar.

Rasulullah SAW bersabda, `'(Di antara) dosa-dosa besar ialah menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh orang, dan sumpah palsu,'` (HR Bukhari). Beliau juga bersabda, `'Barangsiapa bersumpah, dan dia berdusta dalam sumpah itu, untuk memakan harta seorang Muslim, maka dia pasti bertemu dengan Allah (pada hari kiamat nanti) dalam keadaan murka,'` (Muttafaq alaihi). Sementara itu Alquran menggambarkan orang yang melanggar sumpah atau mengucapkan sumpah palsu, ibarat perempuan yang dengan tangannya sendiri memorak-porandakan hasil pintalan yang telah ditenunnya dengan rapi.

Firman Allah SWT, `'Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)-mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.'` (QS an-Nahl [16] : 92).

Ayat ini diturunkan ketika banyak terjadi pelanggaran sumpah di kalangan bangsa Arab di sekitar Makkah dan Madinah. Sayyid Sabiq dalam kitab Fikih Sunnah menjelaskan, sumpah palsu dalam tradisi Arab disebut ghamis, karena pelakunya kelak akan dibenamkan ke dalam neraka jahannam. Tidak ada perbuatan yang dapat menghapuskan dosa ini kecuali dengan taubat dan mengembalikan hak-hak orang yang direbutnya.

Di dalam Islam, penerapan sumpah dimaksudkan untuk melindungi jiwa dan harta seseorang dari ancaman orang lain. Dahulu sumpah dapat menyelesaikan permasalahan yang melibatkan jaringanjaringan pelaku kejahatan yang rumit. Karena semua pihak menyadari sepenuhnya bahwa sumpahnya punya implikasi di kehidupan dunia dan akhirat. Sekarang kondisinya berbeda, sumpah diucapkan oleh pelaku kejahatan yang juga memiliki otoritas mengatur hukum negara, tanpa rasa takut sedikit pun akan peringatan-peringatan agama. *Republika

Baca Selengkapnya..