Saya ingat dia saat pertama kali menginjakan kaki di rumah majikan saya. Ia memakai kerudung putih, baju lengan panjang garis-garis ketat, dan dipadu dengan celana jean's yang tak kalah ketatnya. Sehingga lekuk-lekuk tubuhnya yang agak gemuk itu, tampak jelas dipandang mata.Sehari kemudian mata saya agak terbelalak, karena setelah kerudungnya dibuka dan tak dipakai lagi, rambutnya pendek dan masih ada bekas-bekas kemerahan karena bekas semir saat masih di Jakarta.
Ia menuturkan, bahwa ia mengenal mode seperti itu, hasil dari pergaulannya di penampungan dengan para calon TKW yang lain. Di kampung, ia tak pernah mengecat rambutnya. "Ini hanya pekerjaan iseng, untuk mengobati kebosanan di tempat penampungan, Mas," lanjutnya.Saya sering dipanggil majikan, untuk menjadi penerjemah, karena ia belum begitu paham dengan bahasa Melayu yang kadang masih banyak kata yang pemakaiannya berbeda dengan bahasa Indonesia.
Saya juga disuruh oleh sang majikan, untuk menunjukan pekerjaan-pekerjaan rumah yang harus ia tangani. Ia janda satu anak yang berasal dari Lampung tapi kelahiran Cilacap, Jawa Tengah. Sehari-harinya ia bersama saya, karena saya memang diperbantukan untuk mengurusi pekerjaan-pekerjaan di rumah. Sehingga saya sedikit banyak tahu tentang tingkah polah perempuan 23 tahun itu.Sejak bekerja di rumah majikan kami, kerudungnya tak lagi dipakai. Ia memakainya kalau ada acara-acara tertentu saja.
Saat bekerja, ia lebih banyak memakai kaos oblong dan celana sepertiga, yang juga terkesan ketat.Suatu saat, majikan perempuannya menegur dia, agar jangan terlalu sering memakai pakaian yang ketat-ketat. Kata sang majikan, "Pakaian seperti itu bisa menggoda iman laki-laki." Barangkali ada sedikit kecemburuan dari si majikan perempuan. Beberapa waktu kemudian, apa yang pernah dikatakan majikan perempuan itu terbukti. Ia merasa bahwa mata majikan laki-lakinya setiap hari memandang aneh pada dirinya. Bahkan tak jarang menyentuh-nyentuh tubuhnya. Sejak peristiwa itu, ia mulai takut dengan perilaku sang majikan. Ia takut terjadi apa-apa dan diketahui istrinya, lantas akan mendapat perlakuan yang merugikan bagi dirinya.
Banyak kejadian serupa yang menimpa seorang pembantu berawal dari hal yang demikian.Ia makin gelisah dan berencana mau pindah tempat bekerja. Bahkan pernah mengatakan mau pulang kampung saja, karena perilaku majikan laki-laki itu makin berani. Ia takut majikan perempuannya tahu dengan perangai seperti itu."Kalau suatu saat terjadi apa-apa, tolong saya ya..." katanya kepada kami waktu itu. Seorang teman menghimbau padanya, "Kami tak bisa menolong. Yang bisa menolong adalah dirimu sendiri. Ubah saja cara berpakaianmu. Nanti majikan kami tak melototi kamu terus."Ternyata diam-diam ia menuruti kata-kata teman saya. Ia tak lagi memakai kaos oblong yang ketat.
Celana sepertiga yang menampakkan lekuk-lekuk bagian tubuhnya, juga tak dipakai lagi. Sifat pamer tubuhnya sedikit demi sedikit mulai dikurangi.Saya sama sekali tak menyangka kalau ia juga mulai rajin menjalankan kewajiban shalat lima waktu. Sesuatu yang sudah lama ia tinggalkan sejak ia hampir setengah tahun hidup di tempat penampung calon TKW di Jakarta, yang penghuninya sangat 'heterogen' cara berpikir dan bertindaknya.Rambutnya, yang masih berwarna kemerahan, juga hampir setiap hari ditutupi, walaupun tidak dengan jilbab kaffah. Yang jelas, sudah ada perubahan dalam menjalani kehidupannya di tempat majikan kami.
Beberapa waktu kemudian, ia berbicara panjang kepada kami, bahwa cara seperti yang sedang ia lakukan memang mujarab untuk menghalau perilaku majikan laki-lakinya. Ia makin tenang bekerja.Singkat kata, ia sedang menolong dirinya sendiri, dengan itikad baiknya menutupi segala aurat yang menimbulkan pandangan mata laki-laki menjadi tergoda. Ia makin merasakan, bahwa harga diri seseorang memang harus dihargai oleh diri sendiri, sehingga akan tampak berwibawa di mata orang lain.Sekedar informasi, bahwa banyak terjadi pelecehan seksual terhadap para pembantu rumah tangga di luar negeri, berawal dari perilaku si pembantu itu sendiri. Seandainya mereka mau menghormati diri sendiri dengan cara berhati-hati dalam berpakaian, tak menutup kemungkinan, perilaku majikan seperti itu bisa dikurangi.
Masih ragukah engkau hai perempuan, dengan pakaian muslimah (jilbab) yang bisa menjaga keburukan dunia akhirat? * Penulis Bergiat di Forum Lingkar Pena Purwokerto. *Kotasantri.com
Kamis, 12 April 2007
Menghargai Diri
Diposting Oleh Administrator Jam 16.19.00
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar