Oase
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh Selamat Datang Di Blog Seuntai Kenangan

Kamis, 23 Agustus 2007

Menata Ikhlas Meraih Bahagia

Oleh K.H. Abdullah Gymnastiar

Sahabat, setiap manusia pasti menginginkan kehidupan yang bahagia, menikmati hidup ini tanpa merasa terbebani oleh berbagai masalah. dan hal ini hanya akan dirasakan orang yang sungguh-sungguh berupaya ikhlas, menjaga setiap amalnya, baik amal ibadah maupun amal shalih dalam kehidupan bermasyarakatnya, hanya bagi Allah.

Tidak terbersit keinginan untuk dipuji, dihargai, dihormati makhluk. Ringan saja ketika melakukan sesuatu, yang penting baginya adalah ridha dan berkah Allah. Ia tahu bahwa tugasnya di dunia ini hanya dua, pertama luruskan niat selalu, hanya demi meraih cinta Allah, lalu selanjutnya ia harus menyempurnakan ikhtiar agar hasil yang diharapkan betul-betul optimal, terbaik yang dapat dipersembahkannya.

Sehingga ia tidak peduli dengan penghargaan orang lain, ia tetap bersemangat beramal shalih, baginya yang terpenting, apa yang dilakukannya mendapat ridha Allah. Rezeki baginya adalah ketika ia mampu berbuat meluruskan niat dan beramal dengan amal terbaik.

Untuk mencapai tingkatan ikhlas tertinggi, yaitu meraih ridha Allah. Menurut Imam Ali RA, ada beberapa level ikhlas, antara lain; pertama, ikhlasnya seseorang untuk meraih kebahagiaan duniawi. Ketika berdoa pun, ia berharap keinginan duniawi semata. Walaupun ini tingkatan terendah, namun lebih baik karena ia hanya meminta hanya kepada Allah saja.

Lalu, kedua, ikhlasnya seorang pedagang, ia berusaha ikhlas namun dengan menghitung-hitung pahala terlebih dahulu. Jika suatu amal banyak mendatangkan pahala, pasti ia semangat mengerjakannya. Berharap amal tersebut dapat menghapuskan dosa serta menguntungkan duniawinya.

Ketiga, ikhlasnya seorang hamba sahaya, ia takut sekali dengan ancaman Allah, sehingga ia berusaha ikhlas dalam berbuat, hanya demi Allah agar Allah tidak murka kepadanya.

Keempat, ikhlasnya orang yang berharap surga, balasan baik bagi Allah, sehingga amal yang dikerjakannya betul-betul diperuntukkan sebagai bekal hidup diakhirat kelak, agar ia meraih surga; balsan tertinggi dari Allah.

Tingkat terakhir, kelima, ikhlas tingkat tertinggi, ia pasrah dengan ketentuan Allah. baginya ia berbuat terbaik hanya demi keridhaan dan berharap cinta Allah. Ia hanya berkehendak dapat berjumpa Allah kelak, selain itu terserah Allah, ia tidak begitu peduli dengan balasan Allah. Cukup baginya cinta dan persuaan dengan Allah nanti. Subhanaallah, mudah-mudahan suatu saat kita dapat meraih tingkatan ikhlas tertinggi ini. Amiin.

Untuk menjadi seorang yang ikhlas pasti memerlukan latihan (riyadhah), berat memang pada awalnya, namun jika sungguh-sungguh berupaya, pasti akan berbuah keikhlasan yang tiada bandingnya dengan kehidupan dunia ini.

Cobalah mulai berusaha melupakan setiap amal yang kita lakukan, seakan-akan kita tidak pernah melakukannya. Dan jangan membeda-bedakan amal besar atau amal kecil, semua amal sama saja, upayakan berbuat terbaik dalam amal apapun juga.

Lupakan pula penghargaan dan celaan orang lain, upayakan bersikap biasa-biasa saja dengan semua yang kita lakukan. serta jangan berharap balasan berbentuk pujian, materi atau penghargaan dari orang lain, bisa jadi balasan amal itu berupa pahala atau ridha Allah, bukankah hal itu lebih baik.

Marilah kita senantiasa menata keikhlasan hati, dengan mulai mencoba berlatih dalam setiap kesempatan amal. Dengan begitu, mudah-mudahan suatu saat bahagia teraih, dunia akhirat. Aamiin.(*)


Baca Selengkapnya..

Kamis, 16 Agustus 2007

Gadis Yatim Piatu yang Diadopsi Saudagar

Pada 30 tahun silam, seorang istri saudagar di Washington, AS, di mana pada suatu malam, tanpa sengaja kehilangan tas tangannya di sebuah rumah sakit. Saudagar itu begitu cemas, dan berusaha mencarinya sepanjang malam itu. Sebab di dalam tas tangan itu bukan saja berisi 100.000 dollar AS, tapi juga berisi sebuah informasi pasar yang sangat rahasia.

Ketika pedagang tersebut tiba di rumah sakit, ia melihat seorang gadis lemah dan kurus yang dingin gemetaran berjongkok bersandaran tembok di koridor rumah sakit yang sunyi, dan yang dipeluknya dengan erat dalam dekapannya itu adalah tas tangan istrinya yang hilang.

Gadis yang bernama Seada ini, datang ke rumah sakit itu menemani ibunya yang sedang dirawat. Kehidupan anak dan ibu yang saling bergantung hidup ini sangat miskin, barang-barang yang berharga telah habis terjual, dan uang yang terkumpul juga hanya cukup untuk membayar biaya semalam rumah sakit. Jika tidak ada uang maka besok akan diusir dari rumah sakit. Malam itu, Seada yang tak berdaya berjalan mondar-mandir di koridor rumah sakit, dengan polos ia memohon berkah dan perlindungan Tuhan, bisa bertemu dengan seorang yang baik hati menolong ibunya. Tiba-tiba, sebuah tas kulit seorang wanita yang baru turun dari loteng terjatuh di atas lantai ketika melewati koridor itu, mungkin karena tergesa-gesa, sehingga ia tidak menyadari sedikitpun kalau tas kulitnya terjatuh. Ketika itu di koridor hanya ada Seada seorang. Ia mengambil tas kulit itu, lalu bergegas mengejar wanita itu, tapi wanita itu sudah naik ke sebuah mobil dan pergi dengan angkuh.

Seada kembali ke kamar ibunya dirawat, dan ketika dia membuka tas kulit itu, ibu dan anak itu terkejut melihat segepok uang di dalamnya. Dan seketika itu, mereka pun sadar, bahwa dengan uang sebanyak itu bisa digunakan untuk mengobati penyakit ibunya. Namun ibunya menyuruh Seada mengembalikan tas kulit itu ke koridor, menunggu orang yang kehilangan tas kulit itu kembali mengambilnya. Yang harus dilakukan dalam sepanjang hidup manusia adalah membantu orang lain, membantu orang lain yang lagi kesulitan, yang tidak layak dilakukan adalah serakah dengan harta yang tidak halal, mengabaikan kebenaran begitu melihat uang orang lain.

Tas dikembalikan ke pemiliknya. Kemudian pedagang itu berusaha sekuat tenaga untuk menolong ibu Seada, namun ibunya tetap menghembuskan nafas terakhir meninggalkan gadis yang sebatang kara itu. Kedua ibu dan anak itu bukan saja telah membantu mengembalikan kerugian 100.000 dolar AS itu kepada sang pedagang, yang lebih penting adalah informasi market yang didapatkan kembali dari kehilangan itu, membuat usaha pedagang itu maju, dan tidak lama kemudian menjadi hartawan besar.

Seada yang diadopsi sang pedagang, d imana setelah menyelesaikan kuliahnya kemudian membantu sang hartawan mengelola perdagangannya. Meski sang hartawan selama itu tidak mengangkatnya memangku jabatan apapun yang sesungguhnya. Namun selama dalam tempaan yang panjang, kecerdasan dan pengalaman sang hartawan memberi pengaruh halus dan tak terasa mempengaruhinya, sehingga membuatnya menjadi seorang pebisnis yang matang. Ketika memasuki usia senja, banyak sekali visi sang hartawan mesti meminta pendapat Seada.

Ketika sang hartawan dalam masa kritis, ia meninggalkan sebuah surat wasiat yang mengejutkan: “Sebelum saya kenal dengan Seada dan ibunya saya sudah sangat kaya. Namun, ketika saya berdiri di hadapan anak dan ibu yang dirundungi kemiskinan dan penyakit tapi tidak berniat memiliki uang saya yang hilang itu, saya melihat merekalah yang paling kaya, sebab mereka mentati norma kehidupan yang mulia, dan justru inilah yang tidak ada pada diriku sebagai pedagang. Uang yang saya dapatkan adalah dari hasil tipu menipu, adalah mereka yang membuat saya menyadari bahwa modal terbesar dalam perjalanan hidup manusia adalah kepribadian. Saya mengadopsi Seada bukan karena balas budi, juga bukan simpati, melainkan mengundang teladan seseorang sebagai manusia. Dengan adanya dia di sisiku, dalam perdagangan, akan selau kuukir dalam hati,mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Ini adalah sebab hakiki makmurnya usaha saya di kemudian hari, hingga saya menjadi hartawan yang kaya raya. Setelah saya meninggal, harta kekayaan semuanya saya wariskan kepada Seada. Ini bukan menghadiahkan, melainkan agar supaya usaha saya bisa lebih cemerlang. Saya yakin, putera saya yang cerdas dapat memahami curahan perhatian ayahnya”.

Ketika putera sang hartawan yang berada di luar negeri kembali, ia membaca dengan seksama isi surat wasiat ayahnya, kemudian tanpa ragu sedikitpun membubuhkan tanda tangan di atas surat warisan tersebut: “Saya setuju Seada meneruskan semua harta kekayaan ayah. Saya hanya berharap Seada bisa menjadi istri saya.”

Setelah melihat tanda tangan putera sang hartawan, Seada sedikit agak ragu, lalu mengambil pena dan membubuhkan tanda tangannya: “Saya terima semua harta kekayaan yang ditinggalkannya termasuk puteranya.” *Erabaru.or.id

Baca Selengkapnya..

Sabtu, 11 Agustus 2007

Kontemplasi Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW

Selain sebagai sarana Rihlah spiritual yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad SAW, Isra dan Mi'raj juga merupakan salah satu perjalanan yang sangat spektakuler, karena perjalan yang sangat jauh itu dapat ditempuh dengan waktu satau malam. Jika hanya mengunakan logika tanpa didukung oleh keimanan maka manusia akan tidak mempercayainya tentang hal ini.

Dari perjalanan yang spektakuler ini ada satu hal yang sangat luar biasa dan ini merupakan salah satu bentuk ibadah mahdoh yang langsung Allah turunkan kepada nabi Muhammad saw, tanpa melalui perantara malaikat jibril.
Lain halnya dengan perintah ibadah atau wahyu-wahyu yang lain yang penyampainnya melalui malaikat jibril.

Itulah Ibadah shalat, sehingga Allah dan Rasulnya menempatkan ibadah ini adalah kunci dari ibadah-ibadah yang lain.

"Yang pertama kali dihisab (ditimbang) di akhirat kelak adalah ibadah shalat, jika shalatnya baik maka dianggap baikalh seluruh amalnya, jika shalatnya rusak maka dianggap rusaklah seluruh amal ibadannya' (Al hadist)

Didalam sabda yang lalin dikatakan bahwa "barang siapa menegakkan shalat berarti dia telah mengakkan agamanya, dan barang siapa meninggalkan shalat berarti dia telah merobohkan agamanya."

Begitupun Allah telah menerangkan dalam ayat-ayatnya "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku"(QS. Al Baqarah 43)

"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan,"(QS Maryam 59)

"Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Ankabut 45)

"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu" (QS. Al Baqarah 45)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang berbicara tentang sahalat.

Yang jadi renungan kita adalah ruh shalat itu sendiri. Pada saat ini seakan-akan tidak ada, kita sudah salattetapi maksiat jalan terus, kita sudah shalat korupsi tetap kiat lakukan dan berbagi macam perbuatan yang bertentangan dengan shalat itu sendiri.

Bila kita lihat kepada uswah kita Nabi Muhammad saw, bahwa dalam satu hadist dari aisyah bahwa beliau dalam mengerjakan shalat hingga kakinya bengkak-bengkak. Ini menunjukkan keseriusan beliau dalam hal melakukan shalat, padahal beliau sudah di jamin masuk surga.

Lalu bagimana dengan kita yang tidak ada jaminan dari Allah untuk masuk surga, kenapa justru kita leha-leha, santai-santai dalam ibadah shalat???

Disinilah kita perlu introspeksi diri, sudah sejauh mana keseriusan kita dalam hal melaksanakan shalat, apakah sudah shalat kita sesuai dengan standarnya Allah dan Rasuln-Nya??? ataukah sahalat kita ini hanya sekedar rutinitas?? sekedar kewajiban memenuhi kaidah fiqih?? sekedar kebiasaan sejak kecil?? dan sekedar shalat saja???

Bisa jadi sekedar itulah kita selama ini melakukan shalat, ini tercermin dari kehidupan kita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagimana mungkin orang yang shalatnya khusu tidak takut korupsi, nepotisme dan perbuatan maksiat lainnya.

Semuanya kembali kepada diri masing-masing. Ayooo kita perbaiki kualitas ibadah kiata terutama shalat. Semoga ini sebagi sarana penyadaran diri sebelum terlambat. Wassalam

Baca Selengkapnya..